Woensdag 17 April 2013


Tinjau Ulang Sistem Pilkada
Demokrasi menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan. Apalagi jika hal itu dikaitkan dengan sistem pemerintahan saat ini. Membahas hal tersebut, Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Unesa bekerjasama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menyelenggarakan acara "Focus Group Discussion (FGD)".

Bertempat di Hotel J.W. Marriot Surabaya Lantai 3 Kamis (29/9), para peserta, yakni anggota MPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan para akademisi berdiskusi meninjau ulang sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Acara yang bertema "Meninjau Ulang Sistem Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung dalam Penguatan Demokrasi dan Otonomi Daerah" itu dilakukan karena pelaksanaan sistem Pilkada saat ini dinilai tidak sesuai dengan tujuan awal. Menurut Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP., M.Si., "Pemilihan kepala daerah dalam pelaksanaannya banyak menimbulkan permasalahan hingga menjadi wacana yang hingga saat ini terus didiskusikan, termasuk FGD di Unesa kali ini," tambahnya.

Sesuai Rumusan UU Nomor 32 tahun 2004 yang telah diubah dengan UU Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah, ditetapkan bahwa kepala daerah memang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dasar pemikirannya adalah selain memenuhi asas demokrasi, hal itu dilakukan untuk menekan praktik politik uang. Dengan demikian diidealkan praktik semacam itu tak akan terjadi lagi, namun yang terjadi kini isu money politic justru makin marak. Sistem Pilkada yang sekarang ini dinilai menghabiskan biaya tinggi dan seringkali menimbulkan masalah sosial sehingga perlu dipikirkan kembali sistem pilkada yang sekarang.

Ditegaskan Drs. Rusli Ridwan, M.Si. bahwa masalah itu memang ada, namun ibarat angin, praktiknya sulit dibuktikan. "Dalam banyak kasus, praktik yang demikian sulit dibuktikan karena dilakukan secara sistemik dan sistematik sehingga praktik politik haram tersebut sulit ’ditangkap tangan’," tuturnya.

Untuk itu ditawarkan Agun, Ketua Tim Kerja Sosialisasi MPR RI bahwa untuk Pilkada, baik dilakukan langsung oleh rakyat maupun tidak langsung (oleh DPRD, red), keduanya konstitusional selama memenuhi persyaratan kriteria demokratis. Hal tersebut didukung Dr. Himawan Estu Bagijo, S.H., M.H. dan ditambahkannya bahwa perlu ada pemisahan antara sistem pemilihan kepala daerah setingkat gubernur, bupati, dan walikota sekaligus tiap wakil pasangannya.

Selain itu ditambahkan juga oleh Rusli bahwa sistem apapun, baik langsung maupun tidak, pendidikan demokrasi yang baik dibutuhkan bagi masyarakat. Dalam hal ini, partai politik (parpol) dapat menjalankan fungsi utamanya, yaitu pendidikan politik. Parpol sebagai garda depan dituntut memiliki sistem pendidikan politik yang mampu memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih baik, khususnya kepada para kadernya terutama mengenai hakikat politik yang di dalamnya terdapat unsur kepemimpinan politik untuk mengisi kekosongan jabatan-jabatan publik.

Selanjutnya, pada akhir acara dirumuskan beberapa hal menyangkut tema yang diusung pada acara yang dihadiri Lukman Hakim Syaifuddin, Wakil Ketua MPR. Rumusan itu adalah
(1) Pilkada diharapkan dapat dikelompokkan menjadi 2, yakni Pemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif;
(2) Pilkada langsung masih dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan adanya spektrum-spektrum yang terjadi, termasuk dalam hal ini konsekuensi pembiayaan yang besar;
(3) Pelaksanaan Pilkada diharapkan secara serentak. Kalau dapat dilakukan dengan satu kali putaran saja dan menurut suara terbanyak;
(4) Pilkada lebih baik dilakukan dengan pemilihan tidak langsung dengan catatan kesejahteraan rakyat terjamin;
(5) Di dalam undang-undang Pilkada perlu disebutkan rentang waktu untuk mendaftar sebagai pemilih; dan
(6) Pilkada tingkat provinsi dan kota dilakukan pembedaan menjadi pemilihan tidak langsung untuk gubernur dan pemilihan langsung untuk pemilihan tingkat kota, yaitu bupati dan walikota. (Rizka Amalia_Humas Unesa)

www.unesa.ac.id

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking